Jumat, 17 Januari 2014

Ketika Butanya Mata Hati

Tidak terasa kita sudah hampir
melewati separuh dari bulan januari yang belum lama
kita menikmati euphoria suasana tahun baru.
Identiknya ketika disebutkan sesuatu permulaan berarti
kita dihadapkan dengan program atau harapan atau
rencana yang baru untuk mengawali hal yang lebih
baik dari sebelumnya, namun ironisnya yang kita
temukan dan jumpai dalam mengawali era baru adalah
hal-hal yang memilukan, di antaranya:
Kasus orang tua yang menganiaya anaknya, ini
malah terjadi di daerah bumi lancing kuning yang
kita cintai tepatnya daerah Kampar. Masih terekam
bagus di ingatan kita bersama seorang anak yang
bernama “Aditya” yang ditemukan seolah-olah sebagai
sesuatu yang terbuang di kebun sawit.
Kemudian baru-baru yang lagi hebohnya adalah di mana
banyaknya masyarakat kita yang sebagian besar mereka
merupakan pemuda yang disebut-sebut sebagai tonggak
estafet penerus perjuangan tewas secara massal karena
menenggak minuman oplosan bahkan parahnya ini
tindakan ini dilakukan secara sadar oleh mereka sendiri
yang akhirnya menjadi korban “senjata makan tuan”.
Berikutnya kita akan temukan lagi cerminan yang lebih
hebat lagi di mana ayah memperkosa anak gadisnya,
paman yang menghamili keponakannya, ibu yang
terbunuh oleh anak kandungnya, istri yang membunuh
secara mutilasi suaminya, anak kecil atau kakek-kakek
yang melakukan tindak asusila kepada binatang.
Manusia lebih hina dari binatang ternak
Padahal kalau kita lihat di sisi lainnya di mana kita
sering menyalahkan atau menisbahkan perbuatan buruk
ini kepada perbuatan syaithan atau iblis namun
kenyataannya syaithan atau iblis tak pernah kita
temukan dalam sejarah iblis membunuh anaknya,
syaithan menggagahi anak gadisnya atau hewan ternak
memutilasi induk atau anaknya. Inilah langkah awal
yang ditampilkan oleh masyarakat Indonesia khususnya
dan manusia di belahan bumi ini secara umumnya.
Kalaulah seperti ini start nya bisa dibayangkan
bagaimana finishnya, maka pantaslah Allah katakana
manusia itu lebih hina dari binatang ternak.
Butanya mata hati (lalainya mata hati)
Lalu kenapa semua ini terjadi? Kenapa manusia bisa
berbuat serendah ini yang padahal banggakan manusia
dari makhluknya lainnya sebagaimana yang Allah
tegaskan dalam firman ketika bercerita tentang
penciptaan Adam dan proses penciptaan manusia (at-
tin: 4), “sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. Maka ini
ditegaskan oleh Allah dalam firmannya (al-A’raf: 179)
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka
Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka
mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai
mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai
telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak,
bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-
orang yang lalai”. Melalui firmannya ini Allah tegaskan
bahwa manusia ini banyak yang akan masuk ke dalam
neraka karena mereka menjadi makhluk yang lalai
“nuraninya tak lagi berfungsi” yang akhirnya mereka
mampu berbuat yang bahkan binatang dan syaithan pun
tak melakukan perkara itu. Apa hal yang membuat itu
terjadi:
Mata hati mati atau karena larut dalam kelalaian yang
disebabkan hal berikut sebagaimana keterangan firman
Allah di atas tersebut
Manusia tak lagi menggunakan hatinya untuk
merenungi ayat-ayat Allah, bahkan menyibukkan
hatinya memikirkan perkara yang dibenci Allah
Nikmat mata yang Allah amanahkan itu telah habis
untuk melihat perkara yang Allah murkai bukan untuk
memperhatikan mana perintah dan mana larangan Allah
Pendengaran yang Allah karuniakan sudah tak berfungsi
sebagai perekam atau menyimak pesan-pesan Allah
tapi mereka penuhi isi telinga mereka dengan hal yang
nantinya akan mengantarkan mereka kepada siksa Allah
Adapun pemicu manusia bisa terjebak dalam faktor-
faktor di atas adalah:
Manusia buta akan ilmu syar’i dan kurang mengenal
Allah
Menyepelekan bahkan menghinakan amar ma’ruf
Membiarkan merajalelanya kemaksiatan dan tidak lagi
menafikan kemunkaran
Hakikat hidup adalah ujian
Ketahuilah bersama bahwa hakikat di dunia inilah
adalah ujian dan sudah secara fitrah manusia ketika di
uji dengan nikmat dia akan kikir dan ketika ditimpa hal
yang melarat mereka akan berkeluh kesah. Ini
menunjukkan bahwa kita itu lemah, maka hendaknya
seyogianya kita maksimalkan daya upaya yang kita
miliki ini untuk berlomba-lomba mencari hal yang
diridhai Allah bukan malah menjadi budak dunia yang
membuat kita hina dan tak berperilaku lagi sebagian
manusia yang selayaknya (an-nahl: 95), “sesungguhnya
apa yang ada di sisi Allah, itulah yang lebih baik bagimu
jika kamu mengetahui.”
Inilah yang harus kita perbuat
Lalu apa tindakan evaluasi kita? Maka inilah saat ini
yang harus kita upayakan
Melapangkan dada dengan sabar dan sikap tawakal
kepada Allah serta mengisinya serta mempertebalnya
dengan mendalami ilmu tentang Allah (syar’i)
Merenungi setiap janji-janji Allah, yakni dengan selalu
mempersiapkan diri untuk mengejar janji baik Allah dan
selalu mewaspadai diri dari ancaman azab Allah
Semoga paparan ini bisa menjadi perenungan buat kita
bersama untuk evaluasi diri dalam mengejar hal yang
lebih baik ke depannya.
Sumber : detikcom

Tidak ada komentar:

Posting Komentar