Selasa, 11 Februari 2014
Malaaaaassss
Persaingan hidup yang semakin tajam, tidak membuat orang yang males segara bengkit dari “tidur panjangnya” ketika ada masukan, kritik, saran dan sebagainya, hanya “masuk kuping kanan, ke luar kuping kiri” “ngapain repot-repot, emangnya gue pikirin!” Begitu katanya. Jadi ketika ada dorongan, motivasi, nasehat atau apapun namanya datang kepadanyanya, orang malas ini “cuek bey beh”, “sabodo amat”. Ketika ditanya, mengapa sih males gitu? atau” mengapa sih lu males banget?” Maka akan ditemukan jawaban versi orang males.
Pertama, ngapain rajin bangun pagi, seperti dikejar-kejar hantu, datang ke kantor, ke pabrik, ke sekolah atau ke tempat kerja apapun namanya pagi-pagi, untuk apa? Ga naik gaji, tak tambah pendapatan, tak tambah pintar, tak bertambah apa-apa. Bangun pagi-pagi, untuk apa? Berlari-lari seperti dikejar-kejar waktu, capek deh.
Kedua, ngapain rajin-rajin sekolah, kuliah, kerja, berdagang dan lain sebagainya, untuk apa, bukankah semuanya sudah ada rejekinya masing-masing, apapun yang dilakukan kalau kan rezekinya, ya ga dapat. Ada yang rajin sekali kerjanya, ya segitu-gitu saja penghasilannya, ada yang tak bekerja apa-apa hanya menanam saham milyaran, setiap bulan dapat deviden dari perusahaan tempatnya menanam modal. Jadi buat apa rajin-rajin?
Ketiga, semua porsi jabatan sudah ada yang mengisi, dari Presiden sampai ketua RT, dari jenderal saapai ke kopral, dari konglomerat sampai engkong yang melarat, dari dokter sampai perawat, dari bisnismen sampai “okemen” atau orang yang selalu”yesmen” semuanya sudah ada yang mengisi, lalu buat apa kuliah? Buat apa capek-capek belajar kalau hanya jadi kuli pabrik, jadi buruh harian atau pegawai kontrakan?
Keempat, ngapain nulis rajin-rajin di blog, sudah ga dibayar, menguras tenaga, pikiran dan dana, eh masih kena semprot pembaca! Di katakan bodolah, stupidlah, ceteklah, pergi aja ke laut,di hina, bahkan sampai disumpahserapahi dengan nama binatang oleh yang tak sependapat. Jadi buat apa rajin-rajin menulis di blog, lagian yang nulis juga sudah “bajibun” lalu yang baca siapa? Sudah menulis panjang-panjang dengan ribuan karakter, eh malah “dicuekin”, capek deh.
Kelima, apa yang mau dicari? Ngapain sih repot-repot cari kerja atau bekerja yang giat? Buat apa rajin-rajin, rajin juga ga dapat apa-apa, pangkat dan jabatan sekarang ini bukan berkat orang yang rajin, tapi dekat dengan penguasa, dekat dengan orang-orang yang sedang berkuasa atau apapun namanya, bila tidak berKKN, ya segitu saja hasilnya, tak bertambah apa-apa. Lalu buat apa? Apa yang mau dicari? Di jaman edan ini, yang jujur tersingkir dan tersungkur, siapa yang tak terlibat dalam “pak gulipat” tak dapat apa-apa, hanya yang pokok saja yang dibawa pulang ke rumah.
Keenam, siapa sih kamu? Ketika dikecilkan sedemikian rupa, orang males ini bertambah kemalasennya, “Kamu itu siapa? Apa sih pangkat dan jabatanmu? Ah… hanya kelas teri toh… sudah deh jangan banyak omong, mending cuci kaki, ambil selimut , sana segera tidur!” Sudah semakin nelangsa dirinya, makin jatuh harga dirinya dan semakin terpojok di sudut-sudut jaman. Nyerah, kalah dan frustrasi maka matilah daya juang hidupnya.
Begitulah enam jawaban yang akan diperoleh dari orang yang males, yang tak punya daya juang dalam hidup, dan biasanya orang yang males miskin sekali dengan motivasi hidup, maka lahir apa yang dikatakan banyak orang” hidup segan, mati tak mau” Jadilah dia manusia yang tak punya tanggung jawab dalam hidupnya, tak merasa bertanggung jawab untuk perbaikan masyarakat, bangsa dan negaranya. Jangankan untuk yang berada di luar dirinya, di dalam dirinya sendiripun susah untuk bangkit.
Penyakit males memang akan menjadi kronis, bila semangat juang dalam dirinya sendiri tak ada, maka apapun nasehat orang, betapapun bagus sang motivator dalam menggerakan orang lain, tak ada manfaat apa-apa bagi orang yang malesnya sudah sampai ke “ubun-ubun.” Apa lagi kalau atasan yang paling atas dari orang males itu tak memberikan contoh yang baik, ya sudah orang males ini akan bertambah-tambah kemalesannya, daya juang dalam hidupnya semakin kecil dan lama-lama mati, lenyap dalam dirinya dan anehnya tak dipedulikannya, ya itu tadi, sabado amat!
Begitulah bila orang males beragumentasi ketika ditanya tentang kemalesannnya. Nah kalau orang males seperti ini datangnya dari generasi muda yang menghuni Indonesia sekian puluh juta bahkan bisa lebih dari seratus juta atau separoh dari jumlah penduduk Indonesia, maka siap-sipa negara Indonesia sekian puluh tahun yang akan datang akan menjadi negara bangkrut, karena isinya orang-orang males yang tak betanggungjawab, ingin cepat kaya bukan bekerja keras, tapi korupsi. Ingin maju bukannya mencari usaha atau ikhtiar yang keras, malah bermain dengan manipulasi kwitansi.
“Dasar pemalas, ayo bangun… bangun, tak mau bangun tak siram dengan air seember! Eh… eh nyolot ya! Bangun… bangun…. ayo bangun, negara sedang menunggumu, pembangunan sedang menantimu, karya-karyamu sedang dinanti masyarakat, bangsa dan negaramu. Segara tarik selimut itu….lemparkan selimut itu… lompat dari tempat tidurmu… sekarang juga… ya sekarang, jangan kau tunggu waktu, saat ini juga kau haru bangun dari tidur panjangmu… ayo bangkit segera!… Sekarang… ya sekarang, kapan lagi?
“Tapi saya kan tak punya apa-apa?” Aduh… suruh bangun kok malah bertanya, ayo bangun segera… bangkit segera … sekarang… iya sekarang juga!
“Iya… iya..tapi saya tak punya apa-apa? Aduh… “ngeles” lagi, kau bilang tak punya apa-apa, kamu punya otak, ada pikiran, punya akal, punya tangan, ada kaki, mulut, mata, telinga, perut, kulit, rambut, paru-paru, jantung dan lain sebagainya, pergunakan semua itu untukmu berjuang! Masih kurang? Kau masih bisa menghirup udara, mendapat matahari, bisa berjalan, bisa memegang, bisa melihat, bisa berkata, bisa duduk, bisa berdiri dan lain sebagainya, masih kurang? Baik, ada yang sangat penting yang kau miliki dan ini hanya sekali kau miliki di dunia ini yaitu kehidupan, iya kau masih hidup! Dengan kau masih hidup, itulah modal yang paling utama untuk berjuang dan bangkit!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar