Kamis, 18 Agustus 2016

A Story To Remember

Harus tahu kapan kita harus berusaha, harus tahu kapan kita harus berhenti


Jika kita sedang mengupayakan suatu hal, sudah bekerja keras, sudah berdoa terus menerus dan melakukan segala macam cara untuk mendekatkan diri kita dengan keinginan kita. Namun, hasil yang dicapai belum bahkan tidak sesuai dengan ekspektasi kita, mungkin sudah saatnya kita untuk berhenti. Mencoba melepaskan apa yang kita kejar dengan ikhlas dan sportifitas bahwa memang tidak selamanya kita mendapatkan apa yang kita inginkan bahwa, suatu pengharapan, suatu keinginan, suatu impian atau suatu benda sudah pasti mempunyai pemiliknya masing-masing, dan mungkin bukan kita.

Beberapa waktu yang lalu, saya dan salah satu teman saya mengobrol banyak di kantor. Dia bercerita pada saya tentang kehidupannya, problematikanya. Secara garis besar, dia sedang berusaha mendapatkan kejelasan hubungannya kepada seseorang yang sedang menjadi pusat perhatiannya selama berbulan-bulan, saya mendengar. Lalu, dia mulai merasa lelah dengan segala bentuk upaya yang sudah dilakukan, namun tidak menghasilkan sesuatu seperti yang dia inginkan. Dia ingin menyudahi namun tidak ingin mengakhiri, jadilah dia menyebut dirinya: galau.

Saat itu, saya mulai mengerti kegelisahan teman saya yang satu ini karena memang saya sudah mengikuti jalan ceritanya dari awal dan benar juga sih yah, dia sudah menghabiskan waktu yang lama dengan pasangannya namun masih aja walking in the round, tapi saya juga tidak berani judge sana sini. Kecuali kalau dia memang benar-benar mengharapkan kata-kata dari saya, seperti saat itu.

Dia bertanya, “aku harus gmana, Yu ?”

Saya mikir sejenak, terus…

“Try to something new! Tapi bukan berarti aku nyuruh kamu buat cari pasangan baru loh yah. something new yang aku maksud di sini luas, kamu bisa cari kesibukan baru, aktivitas baru, hobi baru atau hal-hal baru yang bisa mengalihkan perhatian kamu sama cowok itu. Kalo kamu cari pasangan, itu sih sah2 aja, tapi takutnya ntar hanya dibuat pelarian. Dan itu salah.”

Dia mendengarkan.

“Tapi sebelumnya kamu harus mantapin diri dulu, apakah kamu emang mau bener-bener berhenti dari ini semua, berhenti untuk ngejar dia? aku tau kok ngejalanin hidup seperti yang kamu jalanin itu gak mudah, tapi aku lebih paham lagi ketika kamu emang sudah berharap besar dengan dia. Makanya pikirin mateng-mateng dulu apa yang benar-benar kamu pengin.”

Saya menambahkan,

“Sekarang, yang paling penting itu adalah memberi pemahaman pada diri sendiri. ketika kamu mencintai seseorang, kamu jangan berharap kalo dia bakalan jadi milik kamu seutuhnya. Karena sampe kapanpun dia gak akan jadi milik kamu. jadi kalo kamu emang suka atau cinta atau sayang, yaudah just let your feeling showing up, jangan berharap lebih, aku yakin segalanya gak akan berjalan serumit ini kok.”

Dan saya bisa melihat reaksi dia setelah mendengar apa yang saya ucapkan, saya tau dia ingin menabok saya dengan sepatunya…. Hahahaha

Saat kecil, saya diajarkan untuk menggantungkan mimpi setinggi-tingginya, apapun bentuk dari mimpinya gantungkan saja. Namun kita harus menyadari satu hal apakah kita akan merasa benar-benar bahagia saat kita mencapainya. Padahal kita sudah banting tulang memeras keringat untuk usaha tersebut. Niat adalah kunci sukses setiap kita ingin mengejar apa yang kita inginkan, Jika niat kita baik, maka segala apa yang kita lakukan akan menjadi baik, dan sebaliknya jika niatnya buruk, apapun usaha baik yang kita lakukan, dia akan tetap buruk. Ketika kita sudah meniatkan diri kita untuk mengejar sesuatu dengan tujuan yang baik, hasil seburuk apapun tidak akan mengendurkan semangat kita untuk tetap berjuang. Kalau pun usaha 1000 persen yang kita kerahkan untuk mendapatkan sesuatu memang tidak bisa menggoyahkan 1 persen dari hasil yang kita inginkan, buat saya YA SUDAHLAH, mungkin impian itu tidak layak untuk kita miliki atau tidak layak menjadi milik kita.

Bermimpi itu sangat dianjurkan. Berusaha itu sangat diwajibkan. Dan berhenti untuk berusaha adalah memberi kesempatan kita untuk mencari kembali mimpi yang benar-benar siap menerima kita. Tolong direnungkan juga yah,Wahyu!

A Story To Remember

Harus tahu kapan kita harus berusaha, harus tahu kapan kita harus berhenti


Jika kita sedang mengupayakan suatu hal, sudah bekerja keras, sudah berdoa terus menerus dan melakukan segala macam cara untuk mendekatkan diri kita dengan keinginan kita. Namun, hasil yang dicapai belum bahkan tidak sesuai dengan ekspektasi kita, mungkin sudah saatnya kita untuk berhenti. Mencoba melepaskan apa yang kita kejar dengan ikhlas dan sportifitas bahwa memang tidak selamanya kita mendapatkan apa yang kita inginkan bahwa, suatu pengharapan, suatu keinginan, suatu impian atau suatu benda sudah pasti mempunyai pemiliknya masing-masing, dan mungkin bukan kita.

Beberapa waktu yang lalu, saya dan salah satu teman saya mengobrol banyak di kantor. Dia bercerita pada saya tentang kehidupannya, problematikanya. Secara garis besar, dia sedang berusaha mendapatkan kejelasan hubungannya kepada seseorang yang sedang menjadi pusat perhatiannya selama berbulan-bulan, saya mendengar. Lalu, dia mulai merasa lelah dengan segala bentuk upaya yang sudah dilakukan, namun tidak menghasilkan sesuatu seperti yang dia inginkan. Dia ingin menyudahi namun tidak ingin mengakhiri, jadilah dia menyebut dirinya: galau.

Saat itu, saya mulai mengerti kegelisahan teman saya yang satu ini karena memang saya sudah mengikuti jalan ceritanya dari awal dan benar juga sih yah, dia sudah menghabiskan waktu yang lama dengan pasangannya namun masih aja walking in the round, tapi saya juga tidak berani judge sana sini. Kecuali kalau dia memang benar-benar mengharapkan kata-kata dari saya, seperti saat itu.

Dia bertanya, “aku harus gmana, Yu ?”

Saya mikir sejenak, terus…

“Try to something new! Tapi bukan berarti aku nyuruh kamu buat cari pasangan baru loh yah. something new yang aku maksud di sini luas, kamu bisa cari kesibukan baru, aktivitas baru, hobi baru atau hal-hal baru yang bisa mengalihkan perhatian kamu sama cowok itu. Kalo kamu cari pasangan, itu sih sah2 aja, tapi takutnya ntar hanya dibuat pelarian. Dan itu salah.”

Dia mendengarkan.

“Tapi sebelumnya kamu harus mantapin diri dulu, apakah kamu emang mau bener-bener berhenti dari ini semua, berhenti untuk ngejar dia? aku tau kok ngejalanin hidup seperti yang kamu jalanin itu gak mudah, tapi aku lebih paham lagi ketika kamu emang sudah berharap besar dengan dia. Makanya pikirin mateng-mateng dulu apa yang benar-benar kamu pengin.”

Saya menambahkan,

“Sekarang, yang paling penting itu adalah memberi pemahaman pada diri sendiri. ketika kamu mencintai seseorang, kamu jangan berharap kalo dia bakalan jadi milik kamu seutuhnya. Karena sampe kapanpun dia gak akan jadi milik kamu. jadi kalo kamu emang suka atau cinta atau sayang, yaudah just let your feeling showing up, jangan berharap lebih, aku yakin segalanya gak akan berjalan serumit ini kok.”

Dan saya bisa melihat reaksi dia setelah mendengar apa yang saya ucapkan, saya tau dia ingin menabok saya dengan sepatunya…. Hahahaha

Saat kecil, saya diajarkan untuk menggantungkan mimpi setinggi-tingginya, apapun bentuk dari mimpinya gantungkan saja. Namun kita harus menyadari satu hal apakah kita akan merasa benar-benar bahagia saat kita mencapainya. Padahal kita sudah banting tulang memeras keringat untuk usaha tersebut. Niat adalah kunci sukses setiap kita ingin mengejar apa yang kita inginkan, Jika niat kita baik, maka segala apa yang kita lakukan akan menjadi baik, dan sebaliknya jika niatnya buruk, apapun usaha baik yang kita lakukan, dia akan tetap buruk. Ketika kita sudah meniatkan diri kita untuk mengejar sesuatu dengan tujuan yang baik, hasil seburuk apapun tidak akan mengendurkan semangat kita untuk tetap berjuang. Kalau pun usaha 1000 persen yang kita kerahkan untuk mendapatkan sesuatu memang tidak bisa menggoyahkan 1 persen dari hasil yang kita inginkan, buat saya YA SUDAHLAH, mungkin impian itu tidak layak untuk kita miliki atau tidak layak menjadi milik kita.

Bermimpi itu sangat dianjurkan. Berusaha itu sangat diwajibkan. Dan berhenti untuk berusaha adalah memberi kesempatan kita untuk mencari kembali mimpi yang benar-benar siap menerima kita. Tolong direnungkan juga yah,Wahyu!

Selasa, 16 Agustus 2016

MENATA HATI


Ada kalanya dalam hidup, saya ataupun anda dihadapkan pada suatu keadaan dan pilihan yang bertentangan dengan keinginan. Jika itu yang terjadi, apa yang akan anda lakukan?.
Mungkin reaksi awal anda ada yang marah, bingung, sedih, dan yang paling buruk ada yang menyalahkan takdir (na’udzubillahi min dzalik). Selanjutnya tergantung seberapa besar keikhlasan anda untuk menerima atau keberanian untuk melompat meninggalkan pilihan dan keadaan yang bertentangan tersebut.
Namun ada juga orang yang ikhlas sejak reaksi awal karena berpegang pada firman Allah yang intinya, “Boleh jadi kita membenci sesuatu padahal itu baik untuk kita dan boleh jadi kita menyukai sesuatu padahal itu buruk untuk kita, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” Bagi orang-orang yang ikhlas adanya keadaan dan pilihan tersebut tidak menyebabkan kebimbangan dan kemarahannya untuk tetap bertahan dalam kesabaran ataupun hijrah ke pilihan dan keadaan yang lebih baik, tergantung sisi kebaikannya di dunia dan akhirat.

Lalu bagaimana bila hati tidak bisa ikhlas menerima keadaan atau pilihan hidup tersebut ?.
Berdasarkan pengalaman pribadi dan cerita dari orang-orang dengan pengalaman yang mengagumkan, untuk mengatasi masalah tersebut ada beberapa hal yang bisa dilakukan :
1. Yakini bahwa Allah tak pernah salah, dan kita sebagai manusia bisa salah menilai karena keterbatasan pengetahuan kita. Semua yang telah digariskanNya tidaklah sia-sia, semua ada hikmahnya.
2. Allah tidak memberikan ujian di luar batas kesanggupan kita. (la yukallifullahu nafsan illa wus’aha).
3. Buatlah daftar dengan 2 hal yang terjadi dalam selembar kertas atau buku, kemudian tanyakan ke dalam hati nurani. Hal ke-1 tentang pilihan dan keadaan yang kita inginkan, yang ke-2 keadaan dan pilihan yang terjadi sekarang yang tidak kita inginkan. Pertimbangan yang dapat kita sertakan mengenai Ridha Allah, kebaikan untuk masa depan kita, kebaikan untuk orang-orang yang kita sayangi dan di sekitar kita, dan terakhir yang agak spesifik, yaitu waktu yang digunakan akibat konsekuensi hal tersebut. Setelah didapat daftarnya, lihat mana yang lebih banyak, manfaat atau mudharatnya, tanyakan nurani kita dan tanamkan dalam pikiran. Mudah-mudahan ada kebaikan di sana. Amin.
4. Cari penyebab ketidakikhlasan itu. Ada kalanya kita tidak ikhlas karena tertutup oleh pikiran kita sendiri, seolah-olah hanya hal yang kita inginkan yang terbaik untuk kita atau juga karena tidak berani untuk hijrah meninggalkan keadaan yang bertentangan yang ada, ataupun karena kurang sabarnya kita menghadapi ujian. Ingatlah kembali ke poin pertama, Allah tidak pernah salah.
5. Mungkin pilihan yang tidak kita inginkan atau keadaan yang ada adalah sebagai ujian keikhlasan dan kesabaran untuk kita, ataupun ujian keberanian untuk hijrah dari sesuatu yang membawa mudharat dan sia-sia ke sesuatu yang bermanfaat dan membawa kebaikan.
6. Dan mungkin juga jika kita terlahir dengan karakter kuat, kita dihadapkan pada pilihan dan keadaan yang tidak kita inginkan adalah untuk mengubah keadaan, menyebarkan kebaikan dan menjalankan hujjah dan hajjad kita seperti janji kita pada Allah sewaktu di alam ruh dulu, tebalnya hijab dunia membuat kita kesulitan menemukan jalan janji itu. Jangan sampai tidak menemukan jalan itu.
7. Bersyukur kepada Allah. Bersyukur kepada Allah akan membuat kita ikhlas pada kehidupan yang Allah beri pada saat ini, jika memang itu yang terbaik untuk kita. Dan jikalau bukan, yang penting jalani hidup yang ada untuk saat ini sebaik mungkin. Jika sudah saatnya, akan datang pertolongan Allah untuk hijrah meninggalkan semua kebimbangan, kesedihan, dan kemarahan pada pilihan dan keadaan yang membuat kita tidak ikhlas tersebut.
8. Terakhir dan paling penting, tetap berdo’a dan berusaha mencari jalan terbaik dalam bimbingan dan pertolongan Allah sebagaimana do’ a Nabi Ibrahim a.s,” Sesungguhnya jika Rabb-ku tidak memberi hidayah kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.” (QS. al An’aam: 77).
Dengan ikhlas kita tidak akan tersesat ke jalan yang tidak diridhoi Allah, dengan ikhlas pula kita tidak akan menjadi orang yang riya’ atau sombong, karena sombong itu merupakan sifatnya setan.
Demikianlah keikhlasan, menyebabkan beramal menjadi nikmat, tidak membuat lelah, dan segala pengorbanan tidak terasa berat. Sudahkan anda berbuat ikhlas hari ini..??.