Harus tahu kapan kita harus berusaha, harus tahu kapan kita harus berhenti
Jika kita sedang
mengupayakan suatu hal, sudah bekerja keras, sudah berdoa terus menerus dan
melakukan segala macam cara untuk mendekatkan diri kita dengan keinginan kita.
Namun, hasil yang dicapai belum bahkan tidak sesuai dengan ekspektasi kita,
mungkin sudah saatnya kita untuk berhenti. Mencoba melepaskan apa yang kita
kejar dengan ikhlas dan sportifitas bahwa memang tidak selamanya kita
mendapatkan apa yang kita inginkan bahwa, suatu pengharapan, suatu keinginan,
suatu impian atau suatu benda sudah pasti mempunyai pemiliknya masing-masing,
dan mungkin bukan kita.
Beberapa waktu
yang lalu, saya dan salah satu teman saya mengobrol banyak di kantor. Dia
bercerita pada saya tentang kehidupannya, problematikanya. Secara garis besar,
dia sedang berusaha mendapatkan kejelasan hubungannya kepada seseorang yang
sedang menjadi pusat perhatiannya selama berbulan-bulan, saya mendengar. Lalu,
dia mulai merasa lelah dengan segala bentuk upaya yang sudah dilakukan, namun
tidak menghasilkan sesuatu seperti yang dia inginkan. Dia ingin menyudahi namun
tidak ingin mengakhiri, jadilah dia menyebut dirinya: galau.
Saat itu, saya
mulai mengerti kegelisahan teman saya yang satu ini karena memang saya sudah
mengikuti jalan ceritanya dari awal dan benar juga sih yah, dia sudah
menghabiskan waktu yang lama dengan pasangannya namun masih aja walking in the round, tapi saya juga
tidak berani judge sana sini. Kecuali kalau dia memang benar-benar mengharapkan
kata-kata dari saya, seperti saat itu.
Dia bertanya,
“aku harus gmana, Yu ?”
Saya mikir
sejenak, terus…
“Try to
something new! Tapi bukan berarti aku nyuruh kamu buat cari pasangan baru loh
yah. something new yang aku maksud di sini luas, kamu bisa cari kesibukan baru,
aktivitas baru, hobi baru atau hal-hal baru yang bisa mengalihkan perhatian
kamu sama cowok itu. Kalo kamu cari pasangan, itu sih sah2 aja, tapi takutnya
ntar hanya dibuat pelarian. Dan itu salah.”
Dia
mendengarkan.
“Tapi sebelumnya
kamu harus mantapin diri dulu, apakah kamu emang mau bener-bener berhenti dari
ini semua, berhenti untuk ngejar dia? aku tau kok ngejalanin hidup seperti yang
kamu jalanin itu gak mudah, tapi aku lebih paham lagi ketika kamu emang sudah
berharap besar dengan dia. Makanya pikirin mateng-mateng dulu apa yang
benar-benar kamu pengin.”
Saya
menambahkan,
“Sekarang, yang
paling penting itu adalah memberi pemahaman pada diri sendiri. ketika kamu
mencintai seseorang, kamu jangan berharap kalo dia bakalan jadi milik kamu
seutuhnya. Karena sampe kapanpun dia gak akan jadi milik kamu. jadi kalo kamu
emang suka atau cinta atau sayang, yaudah just let your feeling showing up,
jangan berharap lebih, aku yakin segalanya gak akan berjalan serumit ini kok.”
Dan saya bisa
melihat reaksi dia setelah mendengar apa yang saya ucapkan, saya tau dia ingin
menabok saya dengan sepatunya…. Hahahaha
Saat kecil, saya
diajarkan untuk menggantungkan mimpi setinggi-tingginya, apapun bentuk dari
mimpinya gantungkan saja. Namun kita harus menyadari satu hal apakah kita akan
merasa benar-benar bahagia saat kita mencapainya. Padahal kita sudah banting
tulang memeras keringat untuk usaha tersebut. Niat adalah kunci sukses setiap
kita ingin mengejar apa yang kita inginkan, Jika niat kita baik, maka segala
apa yang kita lakukan akan menjadi baik, dan sebaliknya jika niatnya buruk,
apapun usaha baik yang kita lakukan, dia akan tetap buruk. Ketika kita sudah
meniatkan diri kita untuk mengejar sesuatu dengan tujuan yang baik, hasil
seburuk apapun tidak akan mengendurkan semangat kita untuk tetap berjuang.
Kalau pun usaha 1000 persen yang kita kerahkan untuk mendapatkan sesuatu memang
tidak bisa menggoyahkan 1 persen dari hasil yang kita inginkan, buat saya YA
SUDAHLAH, mungkin impian itu tidak layak untuk kita miliki atau tidak layak
menjadi milik kita.